HUKUM
PERJANJIAN
Hukum
perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat adanya suatu pihak yang
mengikatkan dirinya kepada pihak lain.
Atau dapat juga dikatakan hukum perjanjian adalah
suatu hukum yang terbentuk akibat seseorang yang berjanji kepada orang lain
untuk melakukan sesuatu hal.Dalam hal ini,kedua belah pihak telah menyetujui
untuk melakukan suatu perjanjian tanpa adanya paksaan maupun keputusan
yang hanya bersifat sebelah pihak.
Standar
Kontrak
Menurut Mariam Darus,
standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
- Kontrak standar umum
artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan
disodorkan kepada debitur.
- Kontrak standar
khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan
berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
b. Menurut Remi
Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan
karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari
kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru
yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus
berisi:
1. Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
2.Subjek dan jangka waktu kontrak
3.Lingkup kontrak
4.Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
5.Kewajiban dan tanggung jawab
6.Pembatalan kontrak
Istilah
perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard
contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan
dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak
oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat
oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut
sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah
satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya
para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit
atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam
kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk
menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu
pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Sedangkan
menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan
seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih
buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu
adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya
adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian
dalam keadaan yang memeprburuk.
Menurut Treitel, “freedom of
contract” digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum (general principle).
Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa “hukum tidak membatasi syarat-syarat
yang boleh diperjanjikan oleh para pihak: asas tersebut tidak membebaskan
berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian
tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Jadi ruang lingkup asas
kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi
perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua bahwa pada umumnya seseorang
menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjnjian. Intinya
adalah bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk
menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. Tanpa
sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang
dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya.
Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in terminis. Adanya
paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin dilakukan oleh pihak
lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan
diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak mengikatkan diri pada
perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transasksi yang diinginkan tidak dapat
dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan berlakunya perjanjian baku di dunia
bisnis pada saat ini.
Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas.
Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.
Dalam melihat pembatasan
kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan kontrak baku terdapat dua
pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu terdapat dua pembatasan. Yang
pertama adalah pembatasan yang dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang
disebabkan oleh karena berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya
diberlakukannya exemption clauses (kalusul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian
baku. Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak karena alasan demi kepentingan
umum (public interest).
Dari keterangan diatas dapat di
ketahui bahwa tidak ada kebebasan berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat
mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau
merugikan kepentingan masyarakat. Pembatasan-pembatasan terhadap asas kebebasan
berkontrak yang selama ini dikenal dan diakui oleh hukum kontrak sebagaimana
telah diterangkan diatas ternyata telah bertambah dengan pembatasan-pembatasan
baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh hukum perjanjian yaitu
pembatasan-pembatasan yang datangnya dari pihak pengadilan dalam rangka
pelaksanaan fungsinya selaku pembuat hukum, dari pihak pembuat peraturan
perundang-undangan (legislature) terutama dari pihak pemerintah, dan dari
diperkenalkan dan diberlakukannya perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang
timbul dari kebutuhan bisnis.
Di Indonesia kita ketahui pula
ada dijumpai tindakan negara yang merupakan campur tangan terhadap isi
perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sebagai contoh yang paling dikenal
adalah yang menyangkut hubungan antara buruh dan majikan/pengusaha.
Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas
kebebasn berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundan-undagan
yang lebih tinggi saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk emmbatsai
bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
Bila dikaitkan dengan peraturan
yang dikeluarkan yang berkaitan dengan kontrak baku atau perjanjian standar
yang merupakan pembolehan terhadap praktek kontrak baku, maka terdapat landasan
hukum dari berlakunya perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia, yaitu :
1. Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal
6.5.1.3. NBW Belanda
Isi ketentuan itu adalah sebagai berikut :
Bidang-bidang usaha untuk mana aturan baku diperlukan ditentukan dengan
peraturan.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri
kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun
dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-undang.
Penetapan, perubahan, dan pencabutan aturan baku hanya mempunyai kekuatan,
setelah ada persetujuan raja dan keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita
Negara.
Seseorang yang menandatangani atau dengan cara lain mengetahui isi janji baku
atau menerima penunjukkan terhadap syarat umum, terikat kepada janji itu.
Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya
mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia
mengetahui isinya.
2. Pasal 2.19 sampai dengan
pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of International Comercial Contract).
Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur hak dan kewajiban para
pihak pada saat mereka menerapkan prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip
kebebasan berkontrak jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang lemah.
Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku,
maka berlaku aturan-aturan umum tentang pembentukan kontrak dengan tunduk pada
pasal 2.20 – pasal 2.22.
Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu
untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara
nyata digunakan tanpa negosiasi dengan pihak lainnya.
Ketentuan ini mengatur tentang :
a. Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
b. Pengertian kontrak baku.
3. Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT
menentukan sebagai berikut :
Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara
layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak
tersebut secara tegas menerimanya.
Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas
akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
4. Pasal 2.21 berbunyi :dalam
hal timbul suatu pertentangan antara persyaratan-persyaratan standar dan tidak
standar, persyaratan yang disebut terakhir dinyatakan berlaku.
5. Pasal 2.22
Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan mencapai
kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak
disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-persyaratan
standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali suatu pihak sebelumnya
telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan untuk memberitahukannya
kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan untuk terikat dengan
kontrak tersebut.
6. UU No 10 Tahun 1988 tentang
Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
Dengan telah dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan
bahwa pada intinya kontrak baku merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan dan
dibenarkan untuk dilaksanakan oleh kedua belah pihak karena pada dasarnya dasar
hukum pelaksanaan kontrak baku dibuat untuk melindungi pelaksanaan asas
kebebasan berkontrak yang berlebihan dan untuk kepentingan umum sehingga
perjanjian kontrak baku berlaku dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.
2. Macam macam perjanjian
1 . Perjanjian
Jual-beli
2. Perjanjian Tukar Menukar
3. Perjanjian Sewa-Menyewa
4. Perjanjian Persekutuan
5. Perjanjian Perkumpulan
6. Perjanjian Hibah
7. Perjanjian Penitipan Barang
8. Perjanjian Pinjam-Pakai
9. Perjanjian Pinjam Meminjam
10. Perjanjian Untung-Untungan
Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut
Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi
empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak
yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata
mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan
secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan
hubungan hukum.
Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap
menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini
diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan.
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai
suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai
maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal
ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau
ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu
atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Syarat Lahirnya Perjanjian
Berdasarkan
Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang
dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak
antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan
kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak
yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan
kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi
itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan
kontrak/perjanjian.
Ada beberapa
teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan
Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat
perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu
pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam
jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan
atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hokum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan
perjanjian
Pembatalan dan pelaksanaan perjanjian
Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam
kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif,
dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur.
Pembatalan
dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict)
Pelaksanaan
Perjanjian
Yang
dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan
kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu
mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal
pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian.
Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin
pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya
penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.
Pembayaran
1) Pihak
yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam
perjanjian
2) Alat
bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang
3) Tempat
pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
4) Media
pembayaran yang digunakan
5) Biaya
penyelenggaran pembayaran
Penyerahan
Barang
Yang
dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu
barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain
ini memperoleh hak milik atas barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang
atau lavering adalah sebagai berikut:
1) Harus ada
perjanjian yang bersifat kebendaan
2) Harus ada
alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori
kausal dan teori abstrak
3) Dilakukan
orang yang berwenang mengusai benda
4)
Penyerahan harus nyata (feitelijk)
Penafsiran
dalam Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu
perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati.
Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga
tidak mungkin menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan
memberikan pengewrtian lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain
(pasal 1342 KUHPdt). Adapun pedoman untuk melakukan penafsiran dalam
pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan ketentuan- ketentuan sebagai
berikut:
1) Maksud
pihak- pihak
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat
sumber:
http://irniinai.blogspot.com/2011/02/hukum-perjanjian-standar-kontrak.html
http://taniaanjani.blogspot.com/2013/05/hukum-perjanjian.html
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/pembatalan-dan-pelaksanaan-perjanjian/