Nama Kelompok :
1. Annisa Zuhrotul
Jannah (20212985)
2. Herna Setia (23212439)
3.
Puspita
Ratna Dewi (25212742)
4.
Rendi
Tamsi Pratama (28212186)
Kelas : 4EB25
Di Era
Presiden Jokowi Rupiah Lemah, Ukuran Tempe Makin Mini
KONFRONTASI - Para produsen tahu dan tempe di
Kabupaten Pasuruan mulai resah seiring terus melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS.
Sebab,
kondisi itu mengakibatkan harga bahan baku terus merangkak naik. Padahal, saat
ini harga kedelai impor tergolong mahal.
Salah satu
yang mengeluhkan kondisi itu adalah Zaini, 52, produsen tempe di Kelurahan
Gempeng, Kecamatan Bangil. Zaini mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah
dipastikan berpengaruh terhadap produksi tahu dan tempe. Sebab, banyak produsen
yang menggunakan kedelai impor dari Amerika Serikat.
’’Produsen
lebih suka kedelai impor karena lebih mudah dibersihkan. Selain itu, hasilnya
lebih mengembang. Tetapi, kalau rupiah terus melemah, ini sangat
mengkhawatirkan,’’ terangnya kepada Jawa Pos Radar Bromo, Jumat (6/3).
Menurut dia,
jika rupiah terus melemah, ongkos produksi dipastikan bertambah. Sebab, harga
bahan baku kedelai yang mengandalkan pasokan impor otomatis ikut melonjak.
Dampaknya, harga tahu dan tempe ke pembeli terkerek.
Dia
menuturkan, sepekan ini harga kedelai impor naik, dari Rp 8.000 menjadi Rp
8.500 per kilogram. Padahal, stok kedelai tersebut dibeli sebelum nilai tukar
melemah. ’’Jika nanti rupiah terus melemah, jelas harga kedelai akan lebih
mahal,’’ ujarnya.
Dia mengaku
biasanya membeli langsung kedelai impor sebanyak 10 ton. Sekitar 3 kuintal di
antaranya kemudian diolah menjadi tempe setiap hari. Jika harga kedelai terus
naik, Zaini mengaku tidak punya pilihan untuk menaikkan harga jual tempe
produksinya.
’’Saya tak
mau mengecilkan ukuran. Jadi, (harga tempe) untuk ukuran 30 x 20 sentimeter
(cm) saya naikkan dari Rp 30 ribu menjadi Rp 35 ribu. Tetapi, biasanya pedagang
yang mengatur besarannya ke konsumen. Entah dipotong lebih kecil agar harga
jualnya tetap atau yang lain,’’ paparnya.
Dia
memastikan, kenaikan harga tempe akan berpengaruh pada penjualan. Zaini
menyebut, ada penurunan penjualan 5–10 persen. ’’Sebab, yang (harganya) naik
kan tidak hanya tempe. Beras dan elpiji juga. Jadi, banyak konsumen yang
mengurangi pembelian,’’ tuturnya.
Akhmad
Mufid, 42, produsen tempe di Gempeng, Bangil, Kabupaten Pasuruan, juga mengeluhkan
terus melemahnya rupiah. ’’Jelas sangat berpengaruh karena kedelai yang menjadi
bahan baku produksi kami adalah jenis impor. Jadi, kalau dolar naik, dipastikan
harga kedelai juga akan lebih mahal,’’ ungkapnya.
Untuk
menyiasati makin mahalnya harga kedelai, Mufid memilih untuk mengecilkan ukuran
tempe produksinya agar harga jual ke pedagang tetap.
Misalnya,
mengurangi ukurannya hingga 1 cm. ’’Harga jual kami tetap. Hanya, ukurannya
diperkecil agar para pembeli tidak merasa harga tempe naik,’’ ujarnya.(Juft/Jpnn)
Dari
permasalahan diatas kami mencoba
memberikan kesimpulan pada artikel tersebut :
Tingginya biaya produksi dapat terjadi dalam beberapa
hal baik dari segi nasional maupun internasional. Salah satu permasalahannya
adalah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar yang semakin terpuruk
akhir-akhir ini, hal tersebut berdampak secara langsung bagi produsen yang
memakai bahan baku dari luar negeri atau impor. Dari melemahnya rupiah
mengakibatkan mahalnya biaya bahan baku yang mengakibatkan tingginya biaya
poduksi, sehingga berdampak langsung bagi pengusaha tersebut.
Karena biaya produksi meningkat maka para penjual
khususnya penjual tempe menaikan harga jual mereka dan mengurangi produksi
mereka agar tidak mengalami kerugian, salah satunya membuat ukuan tempe lebih
kecil dari biasanya. Hal ini akan meresahkan masyarakat.
Solusi yang dapat diberikan penulis adalah supaya
pemerintah dapat menstabilkan nilai tukar rupiah dan dapat menurunkan inflasi,
pemerintah harus sigap dalam menghadapi problematika ekonomi yang melanda.
Pemerintah juga bisa memberikan subsidi atau dapat menemukan cara lain agar
tidak bergantung pada produk impor dengan cara memperbanyak produksi kacang
kedelai dalam negeri.
Sumber :
http://www.konfrontasi.com/content/ekbis/di-era-presiden-jokowi-rupiah-lemah-ukuran-tempe-makin-mini